Friday, March 16, 2012

Nasib Pendidikan Indonesia, 12 Tahun Reformasi

Dengan Penuh Semangat Si Bapak Mengayuh Becaknya. Dia Seakan Tak Peduli Betapa Panasnya Sengatan Mentari Siang Itu. Ketika Tidak Ada Penumpang, Si Bapak Biasa Mangkal Bersama Dengan Para Tukang Becak Lainnya. Jika Diamati Sepintas, Kehidupan Yang Dijalani Bapak Yang Sudah Berkeluarga Ini, Tidak Beda Jauh Dengan Sesama Tukang Becak Yang Lainnya.

Setiap pagi, si bapak ini terlihat menenteng setumpuk buku dan beberapa alat tulis. Pakaiannya juga kelihatan berbeda. Tiba disebuah ruangan, beliau menyapa dengan ucapan “Selamat Pagi Anak-Anak?” yang disambut dengan ucapan serupa dari anak-anak. Kita tidak akan menyangka kalau si tukang becak yang tampak di siang hari, adalah salah seorang staff pengajar alias guru di sebuah Sekolah Dasar (SD).

Di tempat lain, seorang wanita tengah tengkurap di atas tikar pandan, di sebuah rumah yang terbilang cukup sederhana. Tubuhnya hanya berbalutkan selembar kain “jarik”. Wanita paruh baya tersebut, sebut saja Sri sedang menggosok punggung wanita itu, dengan berbekal se-"lepek" minyak goreng. Apabila dilihat sepintas, Sri tampak seperti wanita biasa. Akan tetapi kita tak akan pernah mengira bahwa Sri punya profesi yang sungguh mulia. Ya, wanita ini biasa dipanggil Bu Guru, di sebuah SD di daerahnya.

Reformasi yang disuarakan dua belas tahun yang lalu, belum membawa perubahan yang signifikan, situasi pendidikan di Indonesia sepertinya masih berjalan di tempat. Bagi bapak si tukang becak dan Sri tak ada pilihan lain selain mencari penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. “Yang penting halal,” itulah prinsip yang tertancap kuat di benaknya dalam melakukan pekerjaan.

Dalam hati, saya merasa tidak rela. Alangkah malangnya nasib para pendidik generasi penerus bangsa ini. Orang-orang yang diserahi tugas berat dalam mencerdasakan, mempersiapkan para pemimpin masa depan. Ini membuktikan bahwa perhatian pemerintah dan upaya perbaikan kesejahteraan guru belum muncukupi dan merata. Kalau sampai seorang guru harus “nyambi”, sudah jelas bahwa gaji yang mereka terima belum bisa mensejahterakan. Disamping itu masih banyak potret kehidupan dunia pendidikan yang mencerminkan belum adanya perubahan meskipun sudah sekian tahun paska reformasi.

Pelecehan seksual oleh guru terhadap anak didiknya. Guru yang bingung menutupi wajahnya ketika digiring pihak berwajib, karena ketahuan melakukan kekerasan pada muridnya. Tingginya angka anak-anak yang putus sekolah, atau bahkan tidak bisa bersekolah sejak dini. Biaya sekolah yang semakin mahal, bangunan sekolah yang hampir roboh, murid dan sekolah yang ditinggal pergi guru-gurunya untuk berdemonstrasi, perkelahian antar pelajar, dan masih banyak lagi.

Lalu apakah kita semua, terutama pemerintah akan tetap menutup mata hati terhadap permasalahan tersebut. Siapa lagi yang akan memberi lecutan reformasi untuk membangkitkan semangat, menciptakan perubahan signifikan pada sendi-sendi pendidikan di Negeri ini?



No comments:

Post a Comment