Friday, February 17, 2012

Makalah Perang Salib

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Balakang
Perang salib bertitik tolak pada pembangunan pesat yang berlaku di Eropa Barat semasa abad pertengahan. Ini sebenarnya berawal dari kedengkian orang-orang Kristen pada islam dan umat islam. Karena dalam perjalanan dinasti islam mengalami sebuah kecemerlangan yang luar biasa. Ini dapat dilihat dengan berhasilnya muslimin merebut wilayah-wilayah yang sangat strategis. Maka bara dendam tersulut dalam dada mereka dan menunggu waktu yang tepat untuk kembali merebut kekuasaan mereka. Mereka menunggu kesempatan untuk membalas dendam tehadap umat yang telah merobek-robek kerajaan Kristen. Maka ketika kesempatan itu datang dan kondisi umat islam dalam keadaan yang lemah, mereka pun bertubi-tubi menghancurkan islam dengan segala apa yang muslim miliki.
Pertarungan yang sengit antar dua agama ini adalah awal dari permusuhan yang sangat berkepanjangan. Perang salib adalah perang keagamaan selama hampir dua abad yang terjadi reaksi umat Kristen di Eropa terhadap umat islam di Asia yang dianggap sebagai pihak penyerang. Sebenarnya benih-benih ini telah ada dan lebih tua dari perang itu sendiri. Perang ini terjadi karena sejak tahun 632 sampai meletusnya perang salib sejumlah kota-kota penting dan tempat suci umat Kristen telah diduduki oleh umat islam seperti Syuriah, Asia kecil, Spanyol dan Sicilia.
Perang Salib adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat Muslim di Palestina secara berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai abad ke-13, dengan tujuan untuk merebut Tanah Suci dari kekuasaan kaum Muslim dan mendirikan gereja dan kerajaan Latin di Timur. Dinamakan Perang Salib, karena setiap orang Eropa yang ikut bertempur dalam peperangan memakai tanda salib pada bahu, lencana dan panji-panji mereka. Istilah ini juga digunakan untuk ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama abad ke-16 di wilayah di luar Benua Eropa, biasanya terhadap kaum pagan dan kaum non-Kristiani untuk alasan campuran; antara agama, ekonomi, dan politik. Skema penomoran tradisional atas Perang Salib memasukkan 9 ekspedisi besar ke Tanah Suci selama Abad ke-11 sampai dengan Abad ke-13. “Perang Salib” lainnya yang tidak bernomor berlanjut hingga Abad ke-16 dan berakhir ketika iklim politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan selama masa Renaissance.
Perang Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang merebut kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan bahwa tentara Salib dan tentara Muslim saling bertukar ilmu pengetahuan.
Perang Salib berpengaruh sangat luas terhadap aspek-aspek politik, ekonomi dan sosial, yang mana beberapa bahkan masih berpengaruh sampai masa kini. Karena konfilk internal antara kerajaan-kerajaan Kristen dan kekuatan-kekuatan politik, beberapa ekspedisi Perang Salib (seperti Perang Salib Keempat) bergeser dari tujuan semulanya dan berakhir dengan dijarahnya kota-kota Kristen, termasuk ibukota Byzantium, Konstantinopel-kota yang paling maju dan kaya di benua Eropa saat itu. Perang Salib Keenam adalah perang salib pertama yang bertolak tanpa restu resmi dari gereja Katolik, dan menjadi contoh preseden yang memperbolehkan penguasa lain untuk secara individu menyerukan perang salib dalam ekspedisi berikutnya ke Tanah Suci. Konflik internal antara kerajaan-kerajaan Muslim dan kekuatan-kekuatan politik pun mengakibatkan persekutuan antara satu faksi melawan faksi lainnya seperti persekutuan antara kekuatan Tentara Salib dengan Kesultanan Rum yang Muslim dalam Perang Salib Kelima.

1.2.  Keadaan Sebelum Perang
1.      Situasi di Eropa
Asal mula ide perang salib adalah perkembangan yang terjadi di Eropa Barat sebelumnya pada Abad Pertengahan, selain itu juga menurunnya pengaruh Kekaisaran Byzantium di timur yang disebabkan oleh gelombang baru serangan Muslim Turki. Pecahnya Kekaisaran Carolingian pada akhir Abad Ke-9, dikombinasikan dengan stabilnya perbatasan Eropa sesudah peng-Kristen-an bangsa-bangsa Viking, Slavia, dan Magyar, telah membuat kelas petarung bersenjata yang energinya digunakan secara salah untuk bertengkar satu sama lain dan meneror penduduk setempat. Gereja berusaha untuk menekan kekerasan yang terjadi melalui gerakan-gerakan Pax Dei dan Treuga Dei. Usaha ini dinilai berhasil, akan tetapi para ksatria yang berpengalaman selalu mencari tempat untuk menyalurkan kekuatan mereka dan kesempatan untuk memperluas daerah kekuasaan pun menjadi semakin tidak menarik. Pengecualiannya adalah saat terjadi Reconquista di Spanyol dan Portugal, dimana pada saat itu ksatria-ksatria dari Iberia dan pasukan lain dari beberapa tempat di Eropa bertempur melawan pasukan Moor Islam, yang sebelumnya berhasil menyerang dan menaklukan sebagian besar Semenanjung Iberia dalam kurun waktu 2 abad dan menguasainya selama kurang lebih 7 abad.
Pada tahun 1063, Paus Alexander II memberikan restu kepausan bagi kaum Kristen Iberia untuk memerangi kaum Muslim. Paus memberikan baik restu kepausan standar maupun pengampunan bagi siapa saja yang terbunuh dalam pertempuran tersebut. Maka, permintaan yang datang dari Kekaisaran Byzantium yang sedang terancam oleh ekspansi kaum Muslim Seljuk, menjadi perhatian semua orang di Eropa. Hal ini terjadi pada tahun 1074, dari Kaisar Michael VII kepada Paus Gregorius VII dan sekali lagi pada tahun 1095, dari Kaisar Alexius I Comnenus kepada Paus Urbanus II.
Perang Salib adalah sebuah gambaran dari dorongan keagamaan yang intens yang merebak pada akhir abad ke-11 di masyarakat. Seorang tentara Salib, sesudah memberikan sumpah sucinya, akan menerima sebuah salib dari Paus atau wakilnya dan sejak saat itu akan dianggap sebagai “tentara gereja”. Hal ini sebagian adalah karena adanya Kontroversi Investiture, yang berlangsung mulai tahun 1075 dan masih berlangsung selama Perang Salib Pertama. Karena kedua belah pihak yang terlibat dalam Kontroversi Investiture berusaha untuk menarik pendapat publik, maka masyarakat menjadi terlibat secara pribadi dalam pertentangan keagamaan yang dramatis. Hasilnya adalah kebangkitan semangat Kristen dan ketertarikan publik pada masalah-masalah keagamaan. Hal ini kemudian diperkuat oleh propaganda keagamaan tentang Perang untuk Keadilan untuk mengambil kembali Tanah Suci – yang termasuk Yerusalem (dimana kematian, kebangkitan dan pengangkatan Yesus ke Surga terjadi menurut ajaran Kristen) dan Antiokhia (kota Kristen yang pertama) - dari orang Muslim. Selanjutnya, “Penebusan Dosa” adalah faktor penentu dalam hal ini. Ini menjadi dorongan bagi setiap orang yang merasa pernah berdosa untuk mencari cara menghindar dari kutukan abadi di Neraka. Persoalan ini diperdebatkan dengan hangat oleh para tentara salib tentang apa sebenarnya arti dari “penebusan dosa” itu. Kebanyakan mereka percaya bahwa dengan merebut Yerusalem kembali, mereka akan dijamin masuk surga pada saat mereka meninggal dunia. Akan tetapi, kontroversi yang terjadi adalah apa sebenarnya yang dijanjikan oleh paus yang berkuasa pada saat itu. Suatu teori menyatakan bahwa jika seseorang gugur ketika bertempur untuk Yerusalemlah “penebusan dosa” itu berlaku. Teori ini mendekati kepada apa yang diucapkan oleh Paus Urbanus II dalam pidato-pidatonya. Ini berarti bahwa jika para tentara salib berhasil merebut Yerusalem, maka orang-orang yang selamat dalam pertempuran tidak akan diberikan “penebusan”. Teori yang lain menyebutkan bahwa jika seseorang telah sampai ke Yerusalem, orang tersebut akan dibebaskan dari dosa-dosanya sebelum Perang Salib. Oleh karena itu, orang tersebut akan tetap bisa masuk Neraka jika melakukan dosa sesudah Perang Salib. Seluruh faktor inilah yang memberikan dukungan masyarakat kepada Perang Salib Pertama dan kebangkitan keagamaan pada abad ke-12.

2.      Situasi Timur Tengah

Keberadaan Muslim di Tanah Suci harus dilihat sejak penaklukan bangsa Arab terhadap Palestina Eropa Barat tidak terlalu perduli atas dikuasainya Yerusalem–yang berada jauh di Timur–sampai ketika mereka sendiri mulai menghadapi invasi dari orang-orang Islam dan bangsa-bangsa non-Kristen lainnya seperti bangsa Viking dan Magyar. Akan tetapi, kekuatan bersenjata kaum Muslim Turki Saljuk yang berhasil memberikan tekanan yang kuat kepada kekuasaan Kekaisaran Byzantium yang beragama Kristen Ortodoks Timur. dari tangan Kekaisaran Bizantium pada abad ke-7. Hal ini sebenarnya tidak terlalu memengaruhi penziarahan ke tempat-tempat suci kaum Kristiani atau keamanan dari biara-biara dan masyarakat Kristen di Tanah Suci Kristen ini. Sementara itu, bangsa-bangsa di
Titik balik lain yang berpengaruh terhadap pandangan Barat kepada Timur adalah ketika pada tahun 1009, kalifah Bani Fatimiyah, Al-Hakim bi-Amr Allah memerintahkan penghancuran Gereja Makam Kudus (Church of the Holy Sepulchre). Penerusnya memperbolehkan Kekaisaran Byzantium untuk membangun gereja itu kembali dan memperbolehkan para peziarah untuk berziarah di tempat itu lagi. Akan tetapi, banyak laporan yang beredar di Barat tentang kekejaman kaum Muslim terhadap para peziarah Kristen. Laporan yang didapat dari para peziarah yang pulang ini kemudian memainkan peranan penting dalam perkembangan Perang Salib pada akhir abad itu.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  Pengertian Perang Salib
Peperangan yang terjadi antara dua agama ini disebut perang salib karena ekspedisi militer mempergunakan salib sebagai symbol pemersatu yang diletakkan pada masing masing pundak mereka untuk menunjukan bahwa peperangan yang mereka lakukan adalah perang suci dan bertujuan untuk membebaskan kota suci Baitul Maqdis (yerussalem) dari tangan orang-orang islam.
2.2. Penyebab Perang Salib
Adapun yang menjadi factor utama yang menyebabkan terjadinya perang salib adalah agama, politik dan sosial ekonomi.
1. Faktor Agama
Dalam pandangan orang Kristen mereka sangat mengagungkan kekuatan suci gereja dan kemampuannya untuk menghapus dosa. Maka banyak dari mereka yang telah putus asa berbondong-bondong memanggil seruan ini. Ditambah lagi dinasti Seljuk yang merebut Baitul Maqdis dari tangan Fathimiyah pada tahun 1070, pihak Kristen merasa tidak bebas lagi menunaikan ibadah kesana. Hal ini disebabkan karena penguasa Seljuk menetapkan sejumlah peraturan yang dianggap mempersulit mereka yang hendak melaksanakan ibadah ke Bait Al-Maqdis, bahkan mereka yang pulang berziarah sering mengeluh karena mendapat perlakuan jelek dari orang-orang Seljuk yang fanatic. Umat kristen merasa perlakuan para penguasa dinasti Seljuk sangat berbeda dengan para penguasa Islam lainnya yang pernah menguasai kawasan itu sebelumnya.


2. Faktor Politik
Kekalahan Byzantium sejak tahun 330 yang disebut Konstantinopel di Manzikar (Malazizkir) atau Malasyird, Armenia pada 1071 dan jatuhnya Asia kecil ke bawah kekuasaaan Seljuk telah mendorong Kaisar Alexius I Comnesus (Kaisar konstantinopel) untuk meminta bantuan pada Paus Urbanus II (1035-1099); menjadi paus dari (1088-1099) dalam usahanya untuk mengembalikan kekuasaannya di daerah-daerah pendudukan dinasti Seljuk. Paus Urbanus II bersedia membantu Byzantium karena adanya janji kaisar Alexius untuk dapat mempersatukan gereja Yunani dan Roma.
Pada waktu itu Paus memiliki kekuasaan dan pengaruh yang sangat besar tehadap raja-raja yang berada di bawah kekuasaannya. Ia dapat menjatuhkan sanksi kepada raja yang membangkang perintah Paus dengan mencopot pengakuannya sebagai raja.
Di lain pihak, kondisi kekuasaan Islam pada waktu itu sedang lemah, sehingga orang-orang Kristen di Eropa berani untuk ikut mengambil bagian dalam perang salib. Ketika itu, dinasti Seljuk di Asia kecil sedang mengalami perpecahan, dinasti fathimiyah di Mesir dalam keadaan lumpuh, sementara kekuasaan Islam di Spanyol semakin goyah. Situasi semakin bertambah parah karena adanya pertentangan segi tiga antara Khalifah Fathimiah di Mesir, khalifah Abasiyah di Baghdad dan Amir Umayah di Cordova yang memproklamasikan dirinya sebagai khalifah.
Hal ini tampak dalam kondisi umat islam seperti berikut:
1.         kelemahan dinasti Seljuk pasca wafatnya Malik Syah hingga menga-kibatkan Seljuk terpecah-pecah.
2.         tidak adanya pemimpin kuat yang menyatukan perpecahan umat islam dan membentuk pasukan yang tangguh guna mengusir setiap lawan yang bermaksud jahat kepada islam.
3.         beberapa kabilah telah masuk agama Kristen dan hal ini menjadikan Eropa Kristen memiliki jaringan yang kuat di negara-negara timur.
Maka situasi demikian yang sangat menguntungkan bangsa Eropa mendorong penguasa-penguasa Kristen di Eropa untuk merebut satu persatu daerah-daerah kekuasaan Islam yang telah begitu luas menguasai Eropa seperi dinasti-dinasti di Edessa (Arruha) dan Baitul Maqdis.
3. Faktor Sosial Ekonomi
Keadaan ekonomi Eropa lah yang sebenarnya menjadi dorongan kuat pada masyarakatnya untuk ambil bagian dalam peperangan ini. Pandangan mereka yang selama ini terkukung oleh kemiskinan atas seruan kebebasan dan materi menjadikan mereka berduyun-duyun menyambut harapan itu. Maka semua lapisan baik raja, bangsawan, pendeta, saudagar, petani, dan semuanya mempunyai pandangan yang tidak berbeda terhadap perang salib. Oleh karenanya perang ini menjadi alat pemersatu yang sangat baik atas kesatuan Eropa melawan Islam.
Terjadinya peperangan ini pula adalah karena ambisi para pedagang-pedagang besar yang berada di pantai timur laut tengah terutama yang berada di kota Venezia, Genoa, dan Pisa, untuk menguasai sejumlah kota-kota dagang di sepanjang pantai timur dan selatan laut tengah untuk memperluas jaringan dagang dan mempermudah jalur perdagangan itu sendiri karena mereka selama ini harus berhadapan denagn para penguasa Islam dalam melakukan perdagangannya. Untuk itu mereka rela menanggung sebagian dana perang salib dengan maksud menjadikan kawasan itu sebagai pusat perdagangan mereka apabila pihak Kristen Eropa memperoleh kemenangan. Hal itu dimungkinkan karena jalur eropa akan bersambung dengan rute-rute perdagangan di timur melalui jalur strategi tersebut.
Selain permasalahan di atas, dalam kehidupan bangsa Eropa telah terbagi dalam kelas-kelas social masyarakat yang ketika itu terdiri dari tiga kelompok yaitu ; kaum gereja, kaum bangsawan serta ksatria, dan rakyat jelata. Meskipun kelompok yang terakhir ini merupakan mayoritas di dalam masyarakat, tetapi mereka menempati kelas yang paling rendah. Kehidupan mereka sangat tertindas dan terhina. Mereka harus tunduk kepada tuan tanah yang sering bertindaksemena-mena dan mereka dibebani berbagai pajak dan sejumlah kewajiban lainnya. Oleh karena itu, ketika merekadimobilisasi oleh pihak gereja untuk turut mengambil bagian dalam perang salib dengan janji akan diberikan kebebasan dan kesejahteraan yang lebih baik bila perang dapat dimenangkan, mereka menyambut seruan itu secaraspontan dengan berduyun-duyun melibatkan diri dalam perang tersebut. Hal ini karena memang kebebasan yang sanagt berarti dalam kehidupan mereka. Penindasan yang selama ini mereka rasakan telah mengakibatkan mereka telah kehilangan hakekat hidup itu sendiri. Maka adanya seruan itu bukan karena mereka ingin memenuhi panggilan suci agama, bukan itulah sebab mereka mengikuti perang salib.
Selain stratifikasi social masyarakat Eropa yang memberlakukan diskriminasi terhadap rakyat jelata, pada saat itu di Eropa berlaku hukum waris yang menetapkan bahwa hanya anak tertua yang berhak menerima harta warisan. Apabila anak tertua meninggal maka harta warisan harus diserahkan kepada gereja. Hal ini telah menyebabkan populasi orang miskin semakin meningkat. Akibatnya, anak-anak yang miskin sebagai konsekuensi hokum warisyang mereka taati itu beramai-ramai pula mengikuti seruan mobilisasi umum itu dengan harapan yang sama, yakni untuk mendapatkan perbaikan ekonomi.

2.3. Seruan Perang Salib
Penyebab langsung dari Perang Salib Pertama adalah permohonan Kaisar Alexius I kepada Paus Urbanus II untuk menolong Kekaisaran Byzantium dan menahan laju invasi tentara Muslim ke dalam wilayah kekaisaran tersebut. Hal ini dilakukan karena sebelumnya pada tahun 1071, Kekaisaran Byzantium telah dikalahkan oleh pasukan Seljuk yang dipimpin oleh Sulthan Alp Arselan di Pertempuran Manzikert, yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 40.000 orang, terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia. Dan kekalahan ini berujung kepada dikuasainya hampir seluruh wilayah Asia Kecil (Turki modern). Meskipun Pertentangan Timur-Barat sedang berlangsung antara gereja Katolik Barat dengan gereja Ortodoks Timur, Alexius I mengharapkan respon yang positif atas permohonannya. Bagaimanapun, respon yang didapat amat besar dan hanya sedikit bermanfaat bagi Alexius I. Paus menyeru bagi kekuatan invasi yang besar bukan saja untuk mempertahankan Kekaisaran Byzantium, akan tetapi untuk merebut kembali Yerusalem, setelah Dinasti Seljuk dapat merebut Baitul Maqdis pada tahun 1078 dari kekuasaan dinasti Fatimiyah yang berkedudukan di Mesir. Umat Kristen merasa tidak lagi bebas beribadah sejak Dinasti Seljuk menguasai Baitul Maqdis.
Ketika Perang Salib Pertama didengungkan pada 27 November 1095, para pangeran Kristen dari Iberia sedang bertempur untuk keluar dari pegunungan Galicia dan Asturia, wilayah Basque dan Navarre, dengan tingkat keberhasilan yang tinggi, selama seratus tahun. Kejatuhan bangsa Moor Toledo kepada Kerajaan León pada tahun 1085 adalah kemenangan yang besar. Ketidakbersatuan penguasa-penguasa Muslim merupakan faktor yang penting dan kaum Kristen yang meninggalkan para wanitanya di garis belakang amat sulit untuk dikalahkan. Mereka tidak mengenal hal lain selain bertempur. Mereka tidak memiliki taman-taman atau perpustakaan untuk dipertahankan. Para ksatria Kristen ini merasa bahwa mereka bertempur di lingkungan asing yang dipenuhi oleh orang kafir sehingga mereka dapat berbuat dan merusak sekehendak hatinya. Seluruh faktor ini kemudian akan dimainkan kembali di lapangan pertempuran di Timur. Ahli sejarah Spanyol melihat bahwa Reconquista adalah kekuatan besar dari karakter Castilia, dengan perasaan bahwa kebaikan yang tertinggi adalah mati dalam pertempuran mempertahankan ke-Kristen-an suatu Negara.
Maka dengan beberapa factor yang menjadi penyebab bibit awal peperangan itulah Sri Paus berani mengumumkan atas kebenciannya terhadap umat islam. Maka idenya untuk mengadakan perang salib itu bergulir dengan diawali kongres tahunan yang duhadiri oleh para uskup dan menyetujui gagasannya. Ia menghasut dengan dalih pembebasan Baitul Maqdis, yang pula mendapat dukungan para pesertakongres tersebut. Hal ini menjadi semakin besar penagruhnya dengan seorang pendeta prancis, Boutros yang berkeliling ke seluruh Eropa dalam membangkitkan sentiment agama orang-orang Kristen dan mengajak mereka untuk berperang. Dan ajakan ini betul-betul berpengaruh dalam hati umat Kristen. Maka berangkatlah dan semakin menyebarlah gagasan Sri Paus atas perang salib ini .
2.3 Angkatan Perang Salib
Maka setelah semuanya telah menjadi maklumat bersama, keinginan gereja pun segera dilaksanakan, raja-raja para ksatria dan para prajurit mematuhi panggilan ini dan menghimpun kekuatan yang besar. Maka banjir manusia tumpah ruah memasuki daerah timur. Maka dimulailah rangkaian perang tersebut dengan beberapa angkatan.
Adapun angkatan tersebut adalah;
·         Angkatan Salib Pertama; ini terjadi setelah Boutrus yang tanpa strategi apapun akhirnya kalah dan terbunuh bersama seluruh tentaranya. Maka pasukan Eropa keluar dengan pasukan yang lebih besar lagi dan dapat menuai kemenangan, pasukan salib berhasil merebut Baitul Maqdisi dinasti Seljuk. Maka setelah pasukan salib merebut daerah ini, terjadilah peristiwa yang sangat mengerikan dengan pembantaian terhadap kaum muslimin yang kira-kira berjumlah 6000 orang.
·         Angkatan Salib Kedua; kegagalan Eropa salib yang terjadi pada angkatan kedua ini karena adanya ambisi dalam jabatan kepemimnan dan konflik internal antar negara-negara Eropa hingga memotivasi Imaduddin Zanky untuk bangkit dan melawan kekuatan salib. Ia menyerang pasukan salib yang bermaskas di Halb dan berhasil menguasainya dengan mudah.
·         Angkatan Salib Ketiga; terjadi pada tahun 1183 M. ini adalah tantangan Eropa atas bangkitnya mesir di bawah pimpinan Salahuddin yang merebut Yerussalem dan menghancurkan kerajaan latin di palestina. Demikian dahsyatnya pasukan yang Salahuddin pimpin hingga memupuskan harapan Kristen di Timur. Ia melancarkan pukulan terhadap pasukan salib dan tentaranyamemberiakn pil pahit kepada para pasukan salib tersebut. Maka dalam pandangan salib, pasukan salahuddin amatlah menakutkan dalam setiap peperangan melawan mereka.
·         Angkatan Salib Keempat; terjadi pada 1204 M. perang pada angkatan inilah yang dinilai paling rusak dalam sejarah peperangan salib. Ini dikarenakan mereka bukanlah para tentara yang terlatih melainkan para penyamun yang mencari keuntungan dalam peperangan ini. Mereka hanya mencari sisa-sisa harta imperium timur serta usaha menyelamatkan diri dari malapetaka perang salib.
·         Angkatan Salib Kelima dan Ketujuh; tahun 1217 M. pada angkatan kelima dan ketujuh inilah, pasukan salib telah mencapai pada titik keletihan yang teramat sangat. Mereka telah kehabisan bekal makanan dan penyakit yang melanda sebagian besar tentaranya. Ditambah lagi mereka telah kehilangan semangat perang, dan pada akhirnya mereka pun sia-sia untuk melanjutkan misi ini. Mereka tertahan di perairan Mesir dan datarn Daimetta yang pada akhirnya mereka pun kalah karena tercerai berai.
·         Angkatan Salib Keenam; pada 1228, dan inilah perang salib yang paling menentukan antara hidup dan matinya Muslimin atau kaum Salib. Yang mereka perebutkan adalah Yerussalem yang dalam pandangan kedua agama ini adalah tempat suci agama mereka.

2.5.  Periodesasi Perang Salib
Para sejarawan saling berbeda pendapat dalam menetapkan periodesasi perang salib. Prof. Ahmad Syalabi ( penulis buku Attarikh Al-Islami Wa Al-Hadarah Al-islamiyah) atau sejarah dan kebudayaan Islam., misalnya sebagai periodesasi perang salib itu atas tujuh periode. Sementara itu Philip K.Hitti (orientalis) yang menulis buku “the history of The Arab” memandang perang salib berlangsung terus-menerus denag kelompok yang bervariasi, kadang –kadang berskala besar dan tidak jarang pula yang berskala kecil. Selain itu arah dan peperangan tersebut antara gerakan yang satu dan yang lainnya tidaklah terdapat pembatas yang jelas antara tempat dan kurunnya. Meskipun demikian, Hitti berusaha membuat periodesasi perang salib dengan menyederhanakan pembagiannya dalam tiga periode.
a. Periode Pertama
Pada musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang Eropa, sebagian besar bangsa Perancis dan Norman, berangkat menuju Konstantinopel, kemudian ke Palestina. Tentara Salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini memperoleh kemenangan besar. Pada tanggal 18 Juni 1097 mereka berhasil menaklukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha (Edessa). Di sini mereka mendirikan County Edessa dengan Baldwin sebagai raja. Pada tahun yang sama mereka dapat menguasai Antiokhia dan mendirikan Kepangeranan Antiokhia di Timur, Bohemond dilantik menjadi rajanya. Mereka juga berhasil menduduki Baitul Maqdis (Yerusalem) pada 15 Juli 1099 M dan mendirikan Kerajaan Yerusalem dengan rajanya, Godfrey. Setelah penaklukan Baitul Maqdis itu, tentara Salib melanjutkan ekspansinya. Mereka menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M) dan kota Tyre (1124 M). Di Tripoli mereka mendirikan County Tripoli, rajanya adalah Raymond.
Selanjutnya, Syeikh Imaduddin Zengi pada tahun 1144 M, penguasa Mosul dan Irak, berhasil menaklukkan kembali Aleppo, Hamimah, dan Edessa. Namun ia wafat tahun 1146 M. Tugasnya dilanjutkan oleh puteranya, Syeikh Nuruddin Zengi. Syeikh Nuruddin berhasil merebut kembali Antiokhia pada tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M, seluruh Edessa dapat direbut kembali.
Disebut periode penaklukkan (1096-1144). Jalinan kerjasama antara kaisar Alexius dan Paus Urbanus II berhasil membangkitkan semangant umat Kristen, terutama akibat pidato Paus Urbanus II pada konsiliasi Clermont pada tanggal 26 Nopember 1095. menurut penilaian Philip K.Hitti, pidato ini kemungkinan merupakan pidato yang paling berkesan sepanjang sejarah yang telah dibuat Paus.
Pidato ini bergema di seluruh Negara Kristen mempersiapkan berbagai bantuan untuk mengadakan penyerbuan. Gerakan ini merupakan gerakan spontanitas yang diikuti oleh berbagai kalangan masyarakat. Hassan Ibrahim ( sejarawan yang menulis buku sejarah islam) menggambarkan gerakan ini sebagai gerombolan rakyat jelata yang tidak mempinyai pengalaman berperang, tidak disiplin, dan tanpa memiliki persiapan.
Gerakan ini dipimpin oleh Pierre I ‘ermite. Sepanjang jalan menuju kota Konstantinopel mereka membuat keonaran, melakukan perampokan dan bahkan terjadi bentrokan dengan penduduk Hongarian dan Byzantium. Akhirnya dengan mudah pasukan salib dapat dikalahkan Dinasti Seljuk.
Perang salib angkatan berikutnya dipimpin oleh God Frey Of Bouillon. Gerakan kali ini lebih merupakan ekspedisi militer yang terorganisasi rapi. Mereka berhasil menduduki kota suci Palestina pada tanggal 7 juni 1099. pasukan ini melakukan pembantaian besar-besaran selama lebih kurang seminggu terhadap umat islam tanpa membedakan laki-laki dan perempuan, anak-anak dan dewasa, serta tua dan muda. Disamping itu mereka membumihanguskan bangunan-bangunan umat islam. Sebelum pasukan ini memasuki Baitul Maqdis, mereka terlebih dahulu merebut Anatolia Selatan, daerah Tarsus, Antiokia, Alefo dan Arruha (Edessa). Selain itu, mereka juga berhasil merebut Tripoli, Syam (Suriah) dan Acre.
Kemenangan pasukan salib dalam periode ini telah mengubah peta dunia islam dan situasi di kawasan itu. Sebagai akibat dari kemenangan tersebut, berdirilah beberapa kerajaan latin Kristen timur, yaitu kerajaan Baitul Maqdis (1099) di bawah pemerintahan raja God Frey, Edessa (1098) diperintah oleh raja Baldwin, dan Tripoli (1109) dibawah kekuasaan raja Raymond.
b. Periode Kedua
Disebut periode reaksi umat islam (1144-1192). Jatuhnya beberapa wilayah kekuasaan islam ke tangan kaum Salib membangkitkan kesadaran kaum muslimin menghimpun kekuatan guna menghadapi mereka. Kejatuhan County Edessa ini menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan Perang Salib kedua. Paus Eugenius III menyampaikan perang suci yang disambut positif oleh raja Perancis Louis VII dan raja Jerman Conrad II. Keduanya memimpin pasukan Salib untuk merebut wilayah Kristen di Syria. Akan tetapi, gerak maju mereka dihambat oleh Syeikh Nuruddin Zengi. Mereka tidak berhasil memasuki Damaskus. Louis VII dan Conrad II sendiri melarikan diri pulang ke negerinya. Syeikh Nuruddin wafat tahun 1174 M. Pimpinan perang kemudian dipegang oleh Sultan Shalahuddin al-Ayyubi yang berhasil mendirikan dinasti Ayyubiyah di Mesir tahun 1175 M, setelah berhasil mencegah pasukan salib untuk menguasai Mesir. Hasil peperangan Shalahuddin yang terbesar adalah merebut kembali Yerusalem pada tahun 1187 M, setelah beberapa bulan sebelumnya dalam Pertempuran Hittin, Shalahuddin berhasil mengalahkan pasukan gabungan County Tripoli dan Kerajaan Yerusalaem melalui taktik penguasaan daerah. Dengan demikian berakhirlah Kerajaan Latin di Yerussalem yang berlangsung selama 88 tahun berakhir. Sehabis Yerusalem, tinggal Tirus merupakan kota besar Kerajaan Yerusalem yang tersisa. Tirus yang saat itu dipimpin oleh Conrad dari Montferrat berhasil sukses dari pengepungan yang dilakukan Shalahuddin sebanyak dua kali. Shalahuddin kemudian mundur dan menaklukan kota lain, seperti Arsuf dan Jaffa.Di bawah komando Imaduddin Zangi, gubernur Mosul, kaum muslimin maju membendung serangan kaum salib. Bahkan mereka berhasial kembali merebut Allepo dan edessa (Arruha) pada tahun 1144. setelah Imadudin Zangi wafat pada tahun 1146, posisinya digantikan oleh putranya Nuruddin Zangi. Dibawah kepemimpinannya ia meneruskan citi-cita ayahnya untuk membebaskan negri-negri islam dari serangan kaum salib. Kota-kota yang berhasial ia dapatkan kembali adalah:
1.         Damaskus (1147)
2.         Antiokia (1149)
3.         Mesir (1169)
Keberhasilan kaum muslimin dalam merebut kembali beberapa kota islam yang telah diduduki oleh kaun salib adalah setelah munculnya pejuang islam yang bernama salahuddin Yusuf Al-Ayyubi (saladin) di Mesir yang berhasil membebaskan Baitul Maqdis pada tanggal 2 Oktober 1187, telah membangkitkan kembali semangat kaum salib untuk mengirim ekspedisi militer yang lebih kuat. Ekspedisi dibawah pimpinan raja-raja Eropa seperti:
1. FrederickI
2. Richard I
3. Philip I
Ekspedisi militer salib kali ini dibagi dalam beberapa divisi. Sebagian menempuh jalan darat, sebagian lagi menempuh jalan laut. Federick yang memimpindivisi barat tewas tenggelam dalam penyebrangannya di Sungai Armenia, dekat kota Arruha.
Sebagian tentaranya kembali, kecuali beberapa orang yang melanjutkan perjalanannya dibawah pimpinan putranya. Adapun kedua divisi lainnya menempuh jalur laut bertemu di Sicilia. Mereka berada di sana sampai musim dingin berlalu.
Karena terjadi kesalahpahaman, akhirnya mereka meninggalkan Sicilia secara terpisah. Richard menuju Cyprus dan mendudukinya, kemudian melanjutkan perjalanannya ke Syam (Syuriah) adapun Philip langsung ke Acre. Di sana pasukannya berhadapan dengan pasukan Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi. Tidak berapa lama kemudian, dating pula Richard dengan pasukannya yang mengakibatkan pertempuran sengit terjadi. Akhirnya kota Acre ditinggalkan oleh pasukan Salahuddin yang memilih mundur uantuk mempertahankan kota Mesir.
Dalam keadaan demikian, kedua belah pihak sepakat untuk melakukan gencatan senjata dan membuat suatu perjanjian. Inti perjanjian damai adalah : daerah pedalaman akan menjadi milik muslimin dan umat Kristen yang akan berziarah ke Baitul Maqdis akan terjamin keamanannya, sedangkan daerah pesisir utara, Acre dan jaffa berada di bawah kekuasaan tentara Salib. Tidak lama kemudian setelah perjanjian itu disepakati, Salahuddin meninggal dunia pada bulan Safar 589/ Februari 1193.
c. Periode Ketiga
Periode yang berlangsung 1193-1291 ini lebih dikenal dengan periode perang saudara kecil-kecilan atau periode kehancuran kaum salib. Hal ini dikarenakan pada masa ini lebih disemangati oleh ambisi politik untuk memperoleh kekuasaan dan jabatan serta yang bersifat material ketimbang motivasi agama. Jatuhnya Yerussalem ke tangan kaum Muslim sangat memukul perasaan Tentara Salib. Mereka pun menyusun rencana balasan. Selanjutnya, Tentara Salib dipimpin oleh Frederick Barbarossa raja Jerman, Richard si Hati Singa raja Inggris, dan Philip Augustus raja Perancis Barbarossa meninggal di daerah Cilicia karena tenggelam di sungai, sehingga menyisakan Richard dan Philip. Sebelum menuju Tanah Suci, Richard dan Philip sempat menguasai Siprus dan mendirikan Kerajaan Siprus. Meskipun mendapat tantangan berat dari Shalahuddin, namun mereka berhasil merebut Akka yang kemudian dijadikan ibu kota kerajaan Latin. Philip kemudian balik ke Perancis untuk "menyelesaikan" masalah kekuasaan di Perancis dan hanya tinggal Richard yang melanjutkan Perang Salib III. Richard tidak mampu memasuki Palestina lebih jauh, meski bisa beberapa kali mengalahkan Shalahuddin. Pada tanggal 2 Nopember 1192 M, dibuat perjanjian antara Tentara Salib dengan Shalahuddin yang disebut dengan Shulh al-Ramlah. Dalam perjanjian ini disebutkan bahwa orang-orang Kristen yang pergi berziarah ke Baitul Maqdis tidak akan diganggu. Tujuan mereka untuk membebaskan Baitul Maqdis seolah-olah mereka lupakan. Hal ini dapat terliaht ketika pasukan salib yang mereka persiapkan untuk menyerang Mesir (1202-1204) ternyata membelokkan tujuan menuju konstantinopel. Kota ini direbut dan diduduki oleh Baldwin sebagai rajanya. Ia merupakan raja Roma Latin pertama yang berkuasa di Konstantinopel. memunculkan Perang Salib III. Pasukan ini bergerak pada tahun 1189 M dengan dua jalur berbeda. Pasukan Richard dan Philip melalui jalur laut dan pasukan Barbarossa - saat itu merupakan yang terbanyak di Eropa - melalui jalur darat, melewati Konstantinopel. Namun,
Dalam periode ini telah terukir dalam sejarah pahlawan wanita yang tekenal gagah berani, yaitu Syajar Ad-durr. Ia berhasil menghancurkan pasukan raja Louis IX dari prancis dan sekaligus menangkap raja tersebut, bukan hanya itu sejarah juga telah mencatat bahwa pahlawan wanita yang gagah berani itu telah mampu menunjukan kebesaran islam dengan membebaskan dan mengizinkan kembali raja Louis IX kembali ke negerinya, perancis.

c. Periode Keempat
Pada tahun 1219 M, meletus kembali peperangan yang dikenal dengan Perang Salib periode keenam, dimana tentara Kristen dipimpin oleh raja Jerman, Frederik II, mereka berusaha merebut Mesir lebih dahulu sebelum ke Palestina, dengan harapan dapat bantuan dari orang-orang Kristen Koptik. Dalam serangan tersebut, mereka berhasil menduduki Dimyath, raja Mesir dari Dinasti Ayyubiyah waktu itu, al-Malik al-Kamil, membuat penjanjian dengan Frederick. Isinya antara lain Frederick bersedia melepaskan Dimyath, sementara al-Malik al-Kamil melepaskan Palestina, Frederick menjamin keamanan kaum muslimin di sana, dan Frederick tidak mengirim bantuan kepada Kristen di Syria. Dalam perkembangan berikutnya, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum muslimin tahun 1247 M, di masa pemerintahan al-Malik al-Shalih, penguasa Mesir selanjutnya.
Ketika Mesir dikuasai oleh Dinasti Mamalik yang menggantikan posisi Dinasti Ayyubiyyah, pimpinan perang dipegang oleh Baibars, Qalawun, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Pada masa merekalah Akka dapat direbut kembali oleh kaum Muslim tahun 1291 M. Demikianlah Perang Salib yang berkobar di Timur. Perang ini tidak berhenti di Barat, di Spanyol, sampai umat Islam terusir dari sana.
2.5.  Dampak Perang Salib
1.      Bidang Militer
Dalam bidang militer, dunia barat menemukan persenjataan dan taktik berperang yang belum pernah mereka temui sebelumnya di negeri mereka, seperti menggunakan bahan-bahan peledak untukmelontarkan peluru, pertarungan senjata dengan menggunakan kuda, tehnik melatih burung merpati untuk kepentingan informasi militer, dan penggunaan alat-alat rebana dan gendang untuk memberi semangat untuk pasukan militer di medan perang.
Pengalaman militer perang salib juga memiliki pengaruh di Eropa, seperti misalnya, kastil-kastil di Eropa mulai menggunakan bahan dari batu-batuan yang tebal dan besar seperti yang dibuat di Timur, tidak lagi menggunakan bahan kayu seperti sebelumnya. Sebagai tambahan, tentara Salib dianggap sebagai pembawa budaya Eropa ke dunia, terutama Asia.
2.      Bidang Perindustrian
Dalam bidang perindustrian, mereka banyak menemukan kain tenun sekaligus peralatan tenun di dunia timur. Untuk itu mereka mengimpor bernagai jenis kain, seperti muslin, satin, dan dammar dari timur barat. Mereka juga menemukan berbagai jenis farpum kemenyan dan getah Arab yang dapat mengharumkan ruangan.
3.      Bidang Pertanian
System pertanian yang sama sekali baru di dunia barat mereka temukan di timur islam seperti model irigasi yang praktis dan jenis tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang beraneka macam. Hal yang sangat penting lainnya adalah penemuan gula.
                                   
4.      Bidang Perdagangan
Hubungan perniagaan dengan timur menyebabkan mereka menggunakan alat tukar uang sebagai alat barang. Sebelumnya mereka masih menggunakan system barter. Ilmu ekonomi yang mereka kembangkan sejak abad ke 9 telah pula melahirkan observatorium dunia barat. Selain itu mereka meniru rumah sakit dan pemandu yang tidak kalah pentingnya adalah sikap dan kepribadian umat islam di timur pada waktu itu telah memberikan penagruh positif terhadap nilai-nilai kemanusiaan di Eropa yang sebelumnya tidak mendapatkan perhatian.
Kebutuhan untuk memuat, mengirimkan dan menyediakan balatentara yang besar menumbuhkan perdagangan di seluruh Eropa. Jalan-jalan yang sebagian besar tidak pernah digunakan sejak masa pendudukan Romawi, terlihat mengalami peningkatan disebabkan oleh para pedagang yang berniat mengembangkan usahanya. Ini bukan saja karena Perang Salib mempersiapkan Eropa untuk bepergian akan tetapi lebih karena banyak orang ingin bepergian setelah diperkenalkan dengan produk-produk dari timur. Hal ini juga membantu pada masa-masa awal Renaissance di Itali, karena banyak negara-kota di Itali yang sejak awal memiliki hubungan perdagangan yang penting dan menguntungkan dengan negara-negara Salib, baik di Tanah Suci maupun kemudian di daerah-daerah bekas Byzantium.
Pertumbuhan perdagangan membawa banyak barang ke Eropa yang sebelumnya tidak mereka kenal atau amat jarang ditemukan dan sangat mahal. Barang-barang ini termasuk berbagai macam rempah-rempah, gading, batu-batu mulia, teknik pembuatan barang kaca yang maju, bentuk awal dari mesiu, jeruk, apel, hasil-hasil tanaman Asia lainnya dan banyak lagi.

5.      Bidang Politik dan Budaya
Perang Salib amat memengaruhi Eropa pada Abad Pertengahan. Pada masa itu, sebagian besar benua dipersatukan oleh kekuasaan Kepausan, akan tetapi pada abad ke-14, perkembangan birokrasi yang terpusat (dasar dari negara-bangsa modern) sedang pesat di Perancis, Inggris, Burgundi, Portugal, Castilia dan Aragon. Hal ini sebagian didorong oleh dominasi gereja pada masa awal perang salib.
Meski benua Eropa telah bersinggungan dengan budaya Islam selama berabad-abad melalui hubungan antara Semenanjung Iberia dengan Sisilia, banyak ilmu pengetahuan di bidang-bidang sains, pengobatan dan arsitektur diserap dari dunia Islam ke dunia Barat selama masa perang salib.
Pengalaman militer perang salib juga memiliki pengaruh di Eropa, seperti misalnya, kastil-kastil di Eropa mulai menggunakan bahan dari batu-batuan yang tebal dan besar seperti yang dibuat di Timur, tidak lagi menggunakan bahan kayu seperti sebelumnya. Sebagai tambahan, tentara Salib dianggap sebagai pembawa budaya Eropa ke dunia, terutama Asia.
Demikianlah beberapa keuntungan yang didapat Barat dan Timur. Namun demikian adanya atas dunia timur. Perang salib telah memberikan peradaban besar terhadap kemajuan Barat.

BAB III
PENUTUP

3.1.  Kesimpulan
Perang Salib adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat Muslim di Palestina secara berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai abad ke-13, dengan tujuan untuk merebut Tanah Suci dari kekuasaan kaum Muslim dan mendirikan gereja dan kerajaan Latin di Timur. Dinamakan Perang Salib, karena setiap orang Eropa yang ikut bertempur dalam peperangan memakai tanda salib pada bahu, lencana dan panji-panji mereka. Istilah ini juga digunakan untuk ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama abad ke-16 di wilayah di luar Benua Eropa, biasanya terhadap kaum pagan dan kaum non-Kristiani untuk alasan campuran; antara agama, ekonomi, dan politik. Skema penomoran tradisional atas Perang Salib memasukkan 9 ekspedisi besar ke Tanah Suci selama Abad ke-11 sampai dengan Abad ke-13. “Perang Salib” lainnya yang tidak bernomor berlanjut hingga Abad ke-16 dan berakhir ketika iklim politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan selama masa Renaissance.

No comments:

Post a Comment