Monday, February 20, 2012

Tasawuf Modern dan Implementasinya

Resensi Buku Saku Tasawuf
Penulis :Haidar Bagir
Penerbit : Arasy Mizan
Cetakan : I, April 2005
Tebal : 245 halaman
  

Mendengar kata tasawuf, yang terbetik dalam benak adalah sesuatu yang berat. Sesuatu yang jauh, yang tidak terjangkau oleh akal awam kita. Berpakaian serba putih, memelihara jenggot panjang dan menjauhi kehidupan dunia, hidup dalam kekurangan ekonomi alias miskin dan berpakaian lusuh. Gambaran itulah yang kerap dimunculkan, saat mendengar kata tasawuf, dan juga sufi (para pelaku tasawuf).
Ini masih ditambah lagi dengan pernyataan-pertanyaan ganjil atau nyleneh yang seringkali susah dipahami dan terkesan melanggar keyakinan umum kaum Muslim. Seperti ucapan Al Hajjaj dan Ba Yazid Al-Busthami, misalnya `’Akulah Sang Kebenaran” (ana Al-Haqq) atau `’Tak ada apapun dalam jubah – yang dipakai oleh Busthami – selain Allah.”
Lalu, bagaimana dengan pengalaman spiritual seseorang yang merasa dekat dengan Allah SWT sehingga mengaku bertemu Malaikat Jibril? Mendapat wahyu ataupun hal-hal gaib, pengalaman yang tak dialami oleh orang kebanyakan. Apakah dia juga sufi dan merupakan hasil dari menekuni jalan tasawuf? Untuk menjawab berbagai pertanyaan itu, Haidar Bagir, membahasnya dalam buku saku berukuran kecil sehingga mudah dibawa ke manapun.
Dalam buku ini, Ketua Pusat Pengembangan Tasawuf Positif IIMAN ini menjelaskan dengan bahasa lugas dan relatif mudah dimengerti, mengenai tasawuf dan seluk beluknya.
Haidar juga `mengampanyekan’ tasawuf positif yang berdampak nyata dalam kehidupan pelakunya sehari-hari. Pemahaman yang benar mengenai tasawuf positif, akan melahirkan seorang sufi yang berakhlak baik. Ia memberikan contoh mengenai banyaknya pengalaman spiritual Lia Aminuddin, yang mengaku sebagai Imam Mahdi. Soal seringnya Lia bercengkerama dengan Malaikat Jibril, menurut Haidar, hanya dia dan Rabb-nya yang tahu. Yang lebih penting, penulis buku ini mempertanyakan, apakah semua pencapaian spiritual itu, membuat Lia menjadi orang yang sangat concern dengan kaum dhuafa dan kaum mustadh’afin atau tidak?
Tasawuf positif adalah sebuah pemahaman atas tasawuf yang berupaya mendapatkan manfaat dari segala kelebihan dalam hal pemikiran dan disiplin yang ditawarkannya seraya menghindari ekses-eksesnya, sebagaimana terungkap dalam sejarah Islam. Selain itu, betapapun diembel-embeli istilah `positif’ , tasawuf ini tetap mempromosikan konsep Allh dalam dua perwujudan, yakni perwujudan keindahan dan cinta (jamal) di samping perwujudan keagungan dan kedahsyatan (jalal).
Tema tersebut menggambarkan bahwa metode tasawuf merepresentasikan sifat Islam yang, selain berorientasi syariat, juga menekankan metode cinta. Selama ini kita menganggap bahwa cinta kasih itu kaitannya dengan agama Nasrani, sedangkan Islam identik semata-mata dengan syariah, ketaatan pada hukum, disiplin pada hukum. Hal ini, menurut penulis, merupakan akibat dari pemahaman secara eksklusif atas aspek jalal (tremendum) Allah. Kita `lupa’ pada satu aspek lainnya.
Membaca buku ini, kita diajak untuk mendalami sejarah tasawuf, perjalanannya, kemabukan yang dialami sufi dan penyebabnya serta manfaat dari menekuni jalan tasawuf dalam kehidupan modern kita saat ini. Tujuan terpenting dari perjalanan itu adalah lahirnya akhlak yang baik dan menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain.

No comments:

Post a Comment