PENASARAN ingin mengetahui kondisi Bung Karno selama berada dalam tahanan Orde Baru? Bagaimana keadaan Bung Karno menjelang ajal menjemput nyawa? Untuk menjawab rasa penasaran banyak orang itu, Rachmawati Soekarnoputri membongkar sejumlah dokumen tentang kesehatan Bung Karno di kantor Yayasan Pendidikan Soekarno (YPS), di kawasan Cikini, Jakarta Pusat.
Dokumen-dokumen
berusia 36 tahun itu menggambarkan kondisi kesehatan Bung Karno, terutama
setelah dia tidak lagi menjadi presiden. Juga menggambarkan perlakuan penguasa
ketika itu terhadap Bung Karno.
Memasuki
pertengahan Agustus 1965 kesehatan Bung Karno drop drastis. Pada 4 Agustus ia
terjatuh dan collapse di kamarnya di Istana Merdeka, Jakarta. Sejumlah kabar
menyebutkan, Bung Karno terjatuh karena serangan stroke. Dia sempat dibawa ke
Istana Bogor untuk mendapat perawatan intensif.
Peristiwa
Bung Karno collapse sempat melahirkan berbagai rumor yang sulit dikonfirmasi.
Sempat pula berkembang spekulasi yang mengatakan bahwa Bung Karno tidak akan
mampu menyampaikan pidato kenegaraan pada peringatan hari proklamasi 17 Agustus
1965.
Kesehatan
Bung Karno yang memburuk ini pula yang ikut memperpanas konstelasi politik
nasional saat itu. Suhu politik dan persaingan antara Partai Komunis Indonesia
(PKI) yang sebelumnya sempat mengusulkan ide angkatan kelima dengan TNI
Angkatan Darat semakin panas.
Kehadiran
tim dokter dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang membantu pengobatan Bung
Karno juga mempertajam konflik di antara PKI dan AD. Sebab RRT dianggap sebagai
sponsor utama ide angkatan kelima yang bikin resah itu.
Di
tengah suhu politik yang semakin panas, Bung Karno kembali muncul pada
peringatan detik-detik proklamasi ke-20 di Istana Merdeka. Dia hadir lengkap
dengan pakaian kebesaran dan tongkat komando yang seakan tak pernah lepas dari
genggaman.
Singkat
cerita, Maret 1967 Soeharto dilantik sebagai pejabat presiden. Sejak itu Bung
Karno dikucilkan dan dilarang menginjakkan kaki di Jakarta. Maret 1968,
Soeharto dilantik sebagai presiden. Menyusul pelantikan itu, di awal April
1968, Bung Karno angkat kaki meninggalkan Istana Bogor.
Dari
istana yang berseberangan dengan Kebun Raya Bogor, Bung Karno pindah ke Batu
Tulis. Tetapi udara Bogor yang dingin kala itu amat mengganggu kesehatannya
yang tak kunjung membaik. Rematik Bung Karno semakin parah dan menyerangnya
bertubi-tubi setiap hari. Di saat sakit yang semakin tak tertahankan, Bung
Karno mengutus Rachma ke Jakarta, menyampaikan surat permohonan kepada Soeharto
agar dia diperbolehkan kembali ke Jakarta.
Beberapa
bulan kemudian, Bung Karno kembali menginjakkan kaki di Jakarta, tepatnya di
Wisma Yasso, Jalan Jenderal Gatot Subroto. Di Wisma Yasso, rumah Dewi Soekarno
yang kini menjadi Museum Satria Mandala itu, Bung Karno dijaga ekstra ketat
siang dan malam.
“Ada
satu periode dimana kami, anak-anaknya, tak boleh bertemu dengan beliau. Begitu
juga dengan kerabat keluarga yang lain. Tetapi ada satu periode dimana saya
bisa menjenguk Bapak tiga hingga empat kali dalam seminggu,” kenang Rachma.
Tanggal
6 Juni 1970, bertepatan dengan hari ulang tahun Bung Karno yang ke-69, Rachma
dan Guruh menjenguk Bung Karno di Wisma Yasso. Rachma masih ingat, saat itu
Bung Karno tengah berbaring di sofa. Sekujur tubuhnya bengkak. Suaranya sudah
tak jelas lagi. Begitu juga dengan pandangan matanya.
“Sakit
ginjal yang diderita Bapak tak pernah diobati secara layak,” ujar Rachma lagi.
Dalam kunjungan itu, Rachma memotret Bung Karno. Foto itu kemudian diberikan
Rachma kepada seorang jurnalis kenalannya. Foto itu pula yang akhirnya membuat
Rachma mesti berurusan dengan Corps Polisi Militer (CPM).
“Mengapa
saya tak boleh memotret BK. Memang status BK apa,” tanya Rachma ketika
diinterogasi.
Dengan
ringan si pejabat CPM menjawab: Bung Karno adalah tahanan.
“Setelah
bertahun-tahun, itu adalah pengakuan pertama dari mulut mereka,” masih ujar
Rachma.
Beberapa
hari setelah kunjungan Rachma itu, Bung Karno dilarikan ke Rumah Sakit Pusat
Angkatan Darat (RSPAD). Kesehatannya semakin memburuk.
Suasana Pemakaman Sang Proklamator Bung Karno di Blitar, Jawa Timur
Tanggal 21 Juni 1970, sekitar pukul 04.30 WIB, pihak RSPAD menghubungi Rachma. Dia diminta segera ke RSPAD menemui Bung Karno. Sekitar pukul 07.00 WIB, Rachma dan saudara-saudaranya dipersilakan memasuki ruang rawat Bung Karno. Alat bantu pernafasan dan jarum infus telah dilepas. Bung Karno tergolek lemah. Matanya tertutup rapat, nafasnya satu-satu. Tak lama, malaikat maut menjemput sang proklamator itu.
( Sumber http://teguhtimur.com )
No comments:
Post a Comment