Orang China mengenal Islam dengan sebutan Yisilan
Jiao yang berarti 'agama yang murni'. Masyarakat Tiongkok menyebut Makkah
sebagai tempat kelahiran 'Buddha Ma-hia-wu' (Nabi Muhammad SAW). Terdapat
beberapa versi hikayat tentang awal mula Islam bersemi di dataran Cina.
Tuntutlah Ilmu sampai ke negeri China," begitu
kata petuah Arab. Jauh sebelum ajaran Islam diturunkan Allah SWT, bangsa China
memang telah mencapai peradaban amat tinggi. Kala itu, masyarakat Negeri Tirai
Bambu sudah menguasai beragam khazanah kekayaan ilmu pengetahuan dan peradaban.
Tak bisa
dipungkiri bahwa umat Islam juga banyak menyerap ilmu pengetahuan serta
peradaban dari negeri ini. Beberapa contohnya antara lain, ilmu ketabiban,
kertas, serta bubuk mesiu. Kehebatan dan tingginya peradaban masyarakat China
ternyata sudah terdengar di negeri Arab sebelum tahun 500 M.
Sejak itu, para saudagar dan pelaut dari Arab
membina hubungan dagang dengan 'Middle Kingdom' - julukan China. Untuk
bisa berkongsi dengan para saudagar China, para pelaut dan saudagar Arab dengan
gagah berani mengarungi ganasnya samudera. Mereka 'angkat layar' dari Basra di
Teluk Arab dan kota Siraf di Teluk Persia menuju lautan Samudera Hindia.
komunitas kaum muslim di china
Ketika Islam sudah berkembang dan Rasulullah SAW
mendirikan pemerintahan di Madinah, di seberang lautan China tengah
memasuki periode penyatuan dan pertahanan. Menurut catatan sejarah
awal China, masyarakat Tiongkok pun sudah mengetahui adanya agama Islam di
Timur Tengah. Mereka menyebut
pemerintahan Rasulullah SAW sebagai Al-Madinah. Orang
China mengenal Islam dengan sebutan Yisilan
Jiao yang
berarti 'agama yang murni'. Masyarakat Tiongkok menyebut
Makkah sebagai tempat kelahiran 'Buddha Ma-hia-wu' (Nabi Muhammad SAW).
Terdapat beberapa versi hikayat tentang awal mula
Islam bersemi di dataran China. Versi pertama menyebutkan,
ajaran Islam pertama kali tiba di China dibawa para sahabat Rasul yang hijrah
ke al-Habasha Abyssinia (Ethopia). Sahabat Nabi hijrah ke Ethopia untuk
menghindari kemarahan dan amuk massa kaum Quraisy jahiliyah. Mereka antara lain;
Ruqayyah, anak perempuan Nabi; Usman bin Affan, suami Ruqayyah; Sa'ad bin Abi
Waqqas, paman Rasulullah SAW; dan sejumlah sahabat lainnya. Para
sahabat yang hijrah ke Etopia itu mendapat perlindungan dari Raja Atsmaha Negus
di kota Axum. Banyak sahabat yang memilih menetap dan tak kembali ke tanah
Arab. Konon, mereka inilah yang kemudian berlayar dan tiba di daratan China
pada saat Dinasti Sui berkuasa (581 M - 618 M).
Sumber
lainnya menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di China ketika Sa'ad Abi Waqqash dan tiga sahabatnya
berlayar ke China dari Ethopia pada tahun 616 M. Setelah
sampai di China, Sa'ad kembali ke Arab dan 21 tahun kemudian kembali lagi ke
Guangzhou membawa kitab suci Al Qur'an. Ada pula
yang menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di China pada 615 M - kurang
lebih 20 tahun setelah Rasulullah
SAW tutup usia.
Adalah Khalifah Utsman bin Affan yang menugaskan
Sa'ad bin Abi Waqqash untuk membawa ajaran Illahi ke daratan China. Konon,
Sa'ad meninggal dunia di Cina pada tahun 635 M. Kuburannya dikenal sebagai Geys' Mazars. Utusan khalifah itu diterima secara terbuka oleh Kaisar Yung Wei dari Dinasti Tang. Kaisar pun lalu memerintahkan pembangunan Masjid
Huaisheng atau masjid Memorial di Kanton -masjid pertama yang berdiri di
daratan Cina.
Ketika Dinasti Tang berkuasa, China tengah mencapai
masa keemasan dan menjadi kosmopolitan budaya. Sehingga, dengan mudah ajaran
Islam tersebar dan dikenal masyarakat Tiongkok. Pada
awalnya, pemeluk agama Islam terbanyak di China adalah para saudagar dari Arab
dan Persia. Orang China yang pertama
kali memeluk Islam adalah suku Hui Chi. Sejak saat itu, pemeluk Islam di China
kian bertambah banyak. Ketika Dinasti Song bertahta, umat Muslim telah
menguasai industri ekspor dan impor. Bahkan, pada periode itu jabatan direktur
jenderal pelayaran secara konsisten dijabat orang Muslim.
Pada tahun 1070 M, Kaisar Shenzong dari Dinasti Song
mengundang 5.300 pria Muslim dari Bukhara untuk tinggal di China. Tujuannya
untuk membangun zona penyangga antara China dengan Kekaisaran Liao di wilayah
Timur Laut. Orang Bukhara itu lalu menetap di di antara Kaifeng dan Yenching
(Beijing). Mereka dipimpin Pangeran Amir Sayyid alias 'So-Fei Er'. Dia bergelar 'bapak' komunitas Muslim di China.
Ketika Dinasti Mongol Yuan (1274 M -1368 M)
berkuasa, jumlah pemeluk Islam di China semakin besar. Mongol, sebagai
minoritas di China, memberi kesempatan kepada imigran Muslim untuk naik status
menjadi China Han. Sehingga pengaruh umat Islam di China semakin kuat. Ratusan
ribu imigran Muslim di wilayah Barat dan Asia Tengah direkrut Dinasti Mongol
untuk membantu perluasan wilayah dan pengaruh kekaisaran.
Bangsa
Mongol menggunakan jasa orang Persia, Arab dan Uyghur untuk mengurus pajak dan keuangan.
Pada waktu itu, banyak Muslim yang memimpin korporasi di awal periode Dinasti Yuan.
Para sarjana Muslim mengkaji astronomi dan menyusun kalender. Selain itu, para
arsitek Muslim juga membantu mendesain
ibu kota Dinasti Yuan, Khanbaliq. Pada masa
kekuasaan Dinasti Ming, Muslim masih memiliki pengaruh yang kuat di lingkaran pemerintahan.
Pendiri Dinasti Ming, Zhu Yuanzhang adalah jenderal Muslim
terkemuka,Termasuk Lan Yu Who.
Pada tahun 1388, Lan memimpin pasukan Dinasti Ming dan Menaklukan Mongolia. Tak lama setelah
itu muncul Laksamana
Cheng Ho - seorang pelaut Muslim andal. Saat
Dinasti Ming berkuasa, imigran dari negara-negara Muslim mulai dilarang dan
dibatasi. China pun berubah menjadi
negara yang mengisolasi diri. Muslim di China pun mulai menggunakan
dialek bahasa China. Arsitektur
Masjid pun mulai mengikuti tradisi China. Pada era ini Nanjing menjadi pusat
studi Islam yang penting. Setelah itu hubungan penguasa China dengan Islam
mulai memburuk.
Masa
Surut
Hubungan antara Muslim dengan penguasa China mulai
memburuk sejak Dinasti Qing (1644-1911) berkuasa. Tak cuma dengan penguasa,
relasi Muslim dengan masyarakat China lainnya menjadi makin sulit. Dinasti Qing
melarang berbagai kegiatan Keislaman. Menyembelih hewan qurban pada setiap Idul
Adha dilarang. Umat Islam tak boleh lagi membangun masjid. Bahkan, penguasa
dari Dinasti Qing juga tak membolehkan umat Islam menunaikan
rukun Islam kelima - menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Makkah.
Taktik adu domba pun diterapkan penguasa untuk
memecah belah umat Islam yang terdiri dari bangsa Han, Tibet dan Mongol.
Akibatnya ketiga suku penganut Islam itu saling bermusuhan. Tindakan represif
Dinasti Qing itu memicu pemberontakan Panthay yang terjadi di provinsi Yunan
dari 1855 M hingga 1873 M.
Setelah jatuhnya Dinasti Qing, Sun Yat Sen akhirnya
mendirikan Republik China. Rakyat Han, Hui (Muslim), Meng (Mongol) dan Tsang
(Tibet) berada di bawah Republik China. Pada 1911, Provinsi Qinhai, Gansu dan
Ningxia berada dalam kekuasaan Muslim yakni keluarga Ma.
Kondisi umat Islam di China
makin memburuk ketika terjadi Revolusi Budaya. Pemerintah mulai mengendorkan
kebijakannya kepada Muslim pada 1978. Kini
Islam kembali menggeliat di China. Hal itu ditandai dengan banyaknya masjid
serta aktivitas Muslim antaretnis di China.
No comments:
Post a Comment