Rencana pemerintah menaikan BBM per 1 April 2012, menuai pro
dan kontra. Satu pihak memahami dengan rencana pemerintah untuk menaikan BBM
dan pihak lain menilai bahwa kenaikan BBM ini justru akan membebani masyarakat
umum, karena BBM adalah sarana vital masyarakat. Apabila BBM naik maka semua
sektor yang berkenaan dengan jalur transportasi dan distribusi barang dan jasa
akan mengalami kenaikan. Sebelum pengumuman resmi pemerintah untuk menaikan
BBM, jauh-jauh hari isu penolakan telah memicu mahasiswa dengan mengatasnamakan
masyarakat turun ke jalan menyuarakan aspirasi melalui demonstrasi yang
kadang-kadang berakhir rusuh dengan jumlah korban dan luka dikedua belah pihak
baik aparat keamanan dan kaum demonstran mahasiswa. Berbagai elemen masyarakat
turut serta menyuarakan aspirasinya menentang rencana kenaikan BBM tersebut,
sebut saja kelompok buruh, sopir angkutan kota dan barang, ormas-ormas lain
seperti Hizbut Tahrir turut menyuarakan aksi penolakan. Bahkan bentrok dengan
skala besar terjadi di berbagai kota baik di pulau jawa maupun pulau-pulau lain
seperti di makasar, para demonstran sempat menyandera mobil pengangkut BBM,
elpiji dan minuman ringan. Sampai suatu ketika para demonstran berunjuk rasa di
depan istana negara harus berhadapan dengan TNI AD yang disiagakan di Ring 1
istana negara. Gejolak bukan hanya terjadi pada lapisan bawah saja tetapi juga
terjadi debat berkepanjangan antara para politisi baik yang tergabung dalam
koalisi partai pendukung pemerintah bahkan juga para politisi yang menamakan
dirinya partai oposisi. Dan yang paling menggelikan bahwa ada sebagian politisi
yang menyikapi perbedaan pandangan secara berlebihan dan alergi terhadap wacana
perbedaan pada tubuh koalisi pendukung pemerintah. PKS sebagai partai yang
tergabung dalam koalisi pemerintah sempat menyurati presiden tentang
kemungkinan opsi-opsi dalam menyikapi kenaikan harga minyak dunia dan tidak
menjadikan satu-satunya kenaikan secara sporadis harga BBM terlalu tinggi.,
namun sikap tersebut dinilai oleh para politisi demokrat sebagai bentuk
pembangkangan atas kesepakatan koalisi. Padahal perbedaan pendapat dalam
kehidupan dunia merupakan suatu kewajaran, dan sangat tidak wajar apabila semua
“yes bos” atau prinsip ABS (asal bapak senang) seperti yang dipertunjukan
politisi-politisi partai berkuasa. Jika ranah persoalan telah memasuki wilayah
politik maka yang terjadi adalah kerancuan-kerancuan yang berujung pada
pembodohan rakyat akibat pembagian kue-kue kekuasaan. Dan ujung-ujungnya
persoalan hanya pada tahap bargaining (tawar-menawar) bahkan sudah menjadi
rahasia umum, bahwa kebijakan di tingkat elit adalah membagi-bagi fasilitas
demi kantong-kantong pribadi partai. Dan rakyatlah yang sengsara atas dampak
kenaikan BBM ini, kompensasi pemberian BLT atau apapun namanya hanyalah sekedar
uang tutup mulut dan menjadikan mental masyarakat Indonesia menjadi mental
pengemis sebagaimana yang diutarakan ketua Umum DPP Partai PDIP Megawati
Sukarnoputri. Jika saja pemerintah mau peka akan kesengsaraan yang dialami dan
diderita rakyat, hal yang paling bijaksana adalah menyita semua kekayaan
koruptor di semua Lini baik di Dirjen Pajak, Birokrasi pemerintah, Kepolisian,
kejaksaan, dan semua tempat yang berpotensi negara dirugikan. Maka itu semua
akan membantu mengatasi kesulitan keuangan APBN tanpa harus menjadikan rakyat
sengsara dengan kenaikan BBM. Semoga Masih tersisa sedikit nurani pengambil
kebijakan negeri ini terutama presiden agar meninjau ulang atau membatalkan
kenaikan BBM yang tidak populer ini dan menggantinya dengan opsi lain yang
lebih rasional. Jika masih belum menyadarinya maka jangan salahkan keadaan
rakyat yang menuntut Revolusi perubahan dan bisa jadi tragedi Orde baru akan
terjadi untuk jilid kedua, siapakah yang rugi??
No comments:
Post a Comment